Menanam Nilai Kebaikan

"Mama, aku mau minum susu sambil tiduran, kayak Bang Oji."

Tutur Bian suatu hari, setelah pulang bermain dari rumah teman sebayanya di sebelah rumah. Ternyata, temannya yang umurnya di atas Bian dua tahunan itu, masih minum susu di botol dot sambil tiduran. Bian melihat hal itu dan ingin mengikutinya di rumah. Hm, children see, children do. It's right!

"Yang minum susu sambil tiduran itu cuma dedek bayi, Nak. Karena dedek bayi belum bisa duduk sendiri dan pegang gelas sendiri. Jadi dibantu sama Mama atau Ayahnya pakai botol dot dan sambil tiduran. Bian kan sudah besar, sudah bisa pegang gelas sendiri, nanti tumpah kalau minum susunya tiduran," balasku. "Lagipula, minum sambil tiduran itu bisa bikin keselek, loh. Banyak bahanyanya, Nak." Saya berusaha menjelaskan sesederhana mungkin untuk dicerna oleh anak berumur tiga tahun. Bian langsung paham tentang hal itu. Dia tidak lagi meminta hal itu. Justru, sampai hari ini, dia yang selalu mengingatkan dirinya sendiri setiap minta susu, kalau minum susunya duduk, tidak boleh tiduran. Oh, anakku. Bangga sekali dengan hal sederhana ini, yang mungkin tidak terlihat sebagai sesuatu yang besar oleh orang lain.

Di kesempatan lain, Bian pernah minta izin untuk tengkurep sambil nonton Youtube Kids di ponsel, padahal lagi makan. Mintanya baik-baik, kok. Manisss banget. "Bian mau tengkurep, boleh, Mama?" katanya. Saya jawab, "jangan, dong. Nanti perut Bian ketekan, kan lagi makan. Kalau muntah, gimana? Kalau perut Bian jadi sakit, gimana?"

"Gak boleh, ya?" Tanyanya lagi, memastikan sekali lagi.

"Iya, gak boleh, ya. Nanti kalau udah selesai makan, baru boleh tiduran."

Dia paham. Gak pakai ngambek, gak pakai ngelawan. Uuuuuuu seneng banget rasanya saat itu, mengajarkan Bian beberapa hal bisa semudah ini dimengerti. Beberapa kali dia coba minta izin lagi untuk hal yang sama, mungkin hanya memastikan lagi kalau itu benar-benar tidak boleh, atau memastikan siapa tahu kali ini dibolehkan. Tetap, saya gak bolehkan dengan alasan yang sama. Dia paham, benar-benar paham. Saya sempat berpikir, siapa yang dia lihat makan sambil tiduran, ya? Kok bisa kepikiran minta izin tiduran/tengkurep saat lagi makan. Walaupun bertanya-tanya dalam hati, saya tidak menanyakan hal ini langsung ke Bian. Biarlah dia paham tentang sebuah aturan, bahwa ada banyak hal yang tidak boleh dilakukan dengan alasan yang sederhana, meskipun dia melihat ada orang lain yang bisa melakukan hal itu. Dilakukan oleh orang lain, bukan berarti dibenarkan untuk dilakukan juga oleh kita, kan? Nilai-nilai sederhana ini yang perlahan saya ajarkan ke Bian dengan cara yang paling sederhana juga. Yang penting dia paham, dan bisa mengikuti nilai tersebut sampai saat ini.


MENJADI KRITIS

Beberapa kali, saya atau ayahnya Bian juga pernah melakukan kekeliruan di depan Bian. Yang memalukan, Bian yang menegur kita untuk gak boleh melakukan itu. Wah, malu banget. Udah dewasa, tapi yang mengingatkan justru anak balita! Hahaha. Ya, berarti nilai yang pernah kita tanamkan ke Bian itu benar-benar tumbuh dan mengakar, sehingga dia sudah bisa sanggup menegur orangtuanya ketika melakukan kesalahan, misalnya:

"Ayah kok makannya di kasur? Di bawah, dong. Nanti kasurnya kotor, loh, kena makanan!"

"Mama kok selimutnya dilempar? Jangan dilempar, ditaruh pelan-pelan aja. Kayak gini, nih!" Lalu dia mencontohkannya sendiri.

"Mama makannya kok duduknya gak sila? Sila, dong, kayak Bian sama Ayah. Jangan begitu." Ketika saya makan lesehan dan duduknya mengangkat satu kaki kayak di warteg. Lucu ya, padahal cuma hal kecil gitu dan reflek tidak sengaja aja gitu, tapi kena tegur juga hihi.

"Ayah kok gak pake sendal? Nanti kakinya kotor, loh. Masuk ke rumah, rumahnya kotor, loh."

"Ayah kok gak pake baju? Emang gak dingin?" Ketika melihat ayahnya telanjang dada di rumah.


Dan masih banyak lagi hal lain yang sering diucapkan ketika menegur orangtuanya. Yaampun, Nak. Kamu bikin Mama bangga hanya dengan melakukan hal-hal kecil itu. Semoga sampai besar nanti, nilai tersebut tetap tumbuh subur di dalam dirimu, ya. Jangan pernah takut buka suara kalau kamu merasa benar. Kami sadar, meskipun kami sudah dewasa, sudah hidup lebih lama dari kamu, dan sekarang menjadi orangtuamu yang mendidikmu dari nol, tapi kami juga manusia biasa yang tak luput dari salah. Kelak, jika kamu melihat kami keliru dalam berbuat, atau salah dalam mengambil keputusan, atau tidak sengaja melakukan hal tidak baik, kami akan berusaha untuk menerima hal tersebut, meskipun kamu—orang yang lebih muda—yang menegur kami. Karena, pahamilah, bahwa hidup lebih lama, atau umur yang lebih tua, bukanlah jaminan bahwa kami adalah manusia yang paling benar dan tidak pernah salah. Kami, orangtuamu, juga punya kesempatan yang sama dengan orang lain, dalam hal membuat kesalahan. Dan, kami akan berusaha menghargai kamu, yang bisa menyeimbangkan hidup kami. Selamanya kita akan saling belajar, ya.

My boyyy waktu lagi main di playground


Share:

1 comments

  1. Terkadang secara tidak sadar, ucapan seorang anak bisa meluluhkan hati orang lain yang berbuat kurang baik kalau dari kecil sudah di didik dengan baik.

    Lw saya liat diatas, maksudnya anak itu supaya ayahnya tidak sakit akibat kedinginan, tapi ada nilai lain yang terkandung bahwa telanjang dada itu kurang baik, apalagi didepan umum. Kalau sama istri mah monggo wkwk

    ReplyDelete

Thank you for meeting me here! Hope you will be back soon and let us connect each other 😉