Tanggal 3 Desember adalah tanggal peringatan hari Disabilitas Internasional, yang mana ditujukan untuk mempromosikan hak dan kesejahteraan penyandang disabilitas di semua bidang masyarakat. Penyandang disabilitas harus mendapatkan hak dan perlakuan yang sama dengan masyarakat lainnya dalam bidang ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Meskipun peringatannya sudah lewat jauh, tapi gak ada salahnya nih kita ngobrolin tentang disabilitas bareng-bareng.
Menurut kamu, apa aja yang bisa menyebabkan seseorang menjadi penyandang disabilitas? Bisa dari kelainan sejak lahir, kecelakaan, atau komplikasi dari suatu penyakit. Salah satu penyakit yang masih memiliki stigma negatif, tapi keberadaannya masih sangat terabaikan adalah penyakit kusta/lepra, atau juga disebut Morbus Hansen. Penyakit kusta ini bisa menular, walaupun tingkat penularannya rendah. Jika kamu berada dalam satu lingkungan dan memiliki kontak erat dalam jangka waktu yang panjang dengan pengidap kusta, biasanya kamu rentan tertular juga.
Saya sudah pernah bahas penyakit kusta sebelumnya. Untuk info lebih lengkap tentang penyakit kusta dan penanganannya, bisa baca dulu yuk di sini: Talkshow Ruang Publik KBR: Ngomongin Peran Dokter Sampai Penanganan Penyakit Kusta di Indonesia
KUSTA DAN DISABILITAS, APA HUBUNGANNYA?
Salah satu hal yang membuat kusta gak cepat ditangani adalah karena hampir mirip dengan penyakit kulit lainnya seperti kudas, panu, atau jamuran. Tapi bedanya, jika bercak putih pada kulit terasa mati rasa/kebas, kemungkinan itu adalah kusta. Kamu harus cek ke dokter kulit/fasilitas kesehatan terdekat untuk dapat penanganan selanjutnya agar kondisinya gak makin parah. Nah, tapi karena banyak yang abai dengan gejala tersebut karena gak ada rasa sakit, akhirnya memperparah kondisi yang gak diobati dan berujung dengan kecacatan/disabilitas.
Pada tahun 2017, angka disabilitas kusta masih mencapai 6.6/1,000,000 penduduk. Padahal, Pemerintah memiliki target bahwa tingkat disabilitas kusta harus kurang dari 1/1,000,000. Artinya, penanganan kusta di Indonesia masih terbilang kurang karena keterlambatan penanganan dan penemuan kasus kusta, atau kurangnya pemahaman masyarakat terhadap penyakit kusta. Sehingga kusta gak segera diobati dan berisiko terjadinya disabilitas.
Awalnya saya awam banget sama penyakit ini, bahkan gak paham sama semua gejala dan penyebabnya. Tapi, setelah ikut talkshow bareng Ruang Publik KBR, pengetahuan saya makin banyak tentang penyakit kulit ini. Nah, kemarin saya ikut talkshow bersama Ruang Publik KBR dengan NLR Indonesia lagi nih, dan masih membahas tentang penyakit kusta. Kali ini, ada hubungannya dengan disabilitas sebagai risiko dari penyakit kusta. Makanya, tiga strategi program NLR Indonesia adalah Zero Transmission, Zero Disability, dan Zero Exclusion untuk mengeliminasi kusta di Indonesia.
Pada talkshow kemarin (20/12), narasumber yang dihadirkan adalah Dr. dr. Sri Linuwih Susetyo, SpKK(K), selaku Ketua Kelompok Studi Morbus Hansen (Kusta) Indonesia, PERDOSKI. Ada juga Pak Dulamin (Amin) selaku Ketua Kelompok Perawatan Diri (KPD) Kec. Astanajapura, Cirebon. Dari sisi medis, dr. Sri menjelaskan secara rinci tentang penyakit kusta dan risiko disabilitasnya. Sedangkan Pak Amin, sebagai orang yang pernah terkena kusta dan penyandang disabilitas karena kehilangan sebagian jari tangan, melalui kelompoknya juga melakukan aksi dengan mengedukasi orang-orang tentang bahaya kusta jika gak segera ditangani, dan cara merawat luka akibat kusta agar cepat pulih dan bersih.
TENTANG KPD (KELOMPOK PERAWATAN DIRI)
Pak Amin pernah terserang kusta pada tahun 2008, namun ketika memeriksakan diri Beliau gak diberitahu tentang penyakit kusta. Katanya hanya sakit biasa. Jadi, Pak Amin membiarkan begitu saja tanpa perawatan. Ketika semakin parah, Beliau mulai memeriksakan diri kembali dan diketahui bahwa Beliau mengidap kusta basah/tipe berat. Setelah berkonsultasi dan diberikan obat, Beliau mulai melakukan perawatan dan pengobatan selama setahun tanpa jeda, hingga semua lukanya bersih dan sembuh. Tapi, sebagian jari-jarinya gak bisa kelihatan seperti utuh lagi.
Dari pengalaman tersebut lah akhirnya Pak Amin bergabung dalam Kelompok Perawatan Diri (KPD) yang ada di Kecamatan Astanajapura, Cirebon, bersama 20 anggota kelompok lainnya, sebagai bentuk dukungan terhadap orang-orang pengidap kusta agar bisa merawat lukanya secara bersih hingga sembuh. Hingga saat ini, Pak Amin melalui KPD telah menolong setidaknya sekitar 30 orang pengidap kusta di daerahnya. Huhuhu, mulia banget ya kegiatan Pak Amin ini.
Pak Amin juga menyebutkan, bahwa Kelompok Perawatan Diri (KPD) ini baru hanya ada sedikit sehingga butuh dikembangkan lagi di berbagai wilayah lainnya.
"Saya berharap, Pemerintah mau memperbanyak informasi melalui berbagai poster tentang penyakit kusta ini, dan memberitahu kepada orang-orang bahwa kusta dapat diobati hingga sembuh, dan obatnya bisa didapatkan secara gratis di Puskesmas." Pak Amin menjelaskan, "jadi kita sebagai pasien juga gak malu lagi untuk berobat, karena diasingkan oleh warga lain. Kusta ini kan stigmanya masih negatif banget di mata orang lain." Lanjutnya.
PENGOBATAN KUSTA DI FASILITAS KESEHATAN
dr. Sri mengiyakan penjelasan Pak Amin tentang penyakit kusta yang bisa diobati hingga sembuh, dan obatnya bisa didapatkan secara gratis. "Memang benar, obat kusta itu gratis. Kita berikan secara paket selama 6-18 bulan tergantung kondisi hingga sembuh." Imbuhnya. Jadi, pasien kusta diharapkan jangan malu dan takut lagi untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan jika timbul gejala yang mirip dengan kusta ya, teman-teman.
Obat yang diberikan untuk pasien kusta biasanya bertujuan untuk mencegah komplikasi, menghentikan penularan, dan menghentikan perkembangan bakteri penyebab infeksi ini. dr. Sri juga menyebutkan biasanya pasien kusta diresepkan obat-obatan secara umum sebagai berikut:
- Rifampicin: sebagai antibiotik yang menghentikan perkembangan bakteri kusta.
- Dapsone: menghentikan perkembangan bakteri kusta dan mengurangi terjadinya pembengkakak/peradangan
- Untuk pasien kusta basah/berat, umumnya obat yang diberikan ditambahkan dengan Lampren, yang berfungsi memperlemah pertahanan bakteri kusta.
Setiap obat pasti memiliki efek samping dan berisiko alergi atau komplikasi, sehingga harus konsultasi ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan obat sesuai rekomendasi terbaik.
RISIKO DISABILITAS TERHADAP PENYAKIT KUSTA
Kusta dapat berakibat disabilitas terhadap penderitanya, jika kusta tersebut telah menyerang saraf. Hampir semua kusta menyebabkan disabilitas, meskipun ada juga yang berhasil sembuh tanpa mengalami kecacatan. Biasanya, area anggota tubuh yang terserang kusta dan berdampak pada kecacatan adalah tangan, kaki, dan mata. Menyebabkan kerusakan jaringan, kelumpuhan otot/motorik, atau bahkan gangguan penglihatan.
"Jika kamu sudah memiliki gejala yang mirip dengan kusta, harus segera periksakan supaya kita yakin dulu apakah gejala tersebut benar kusta. Apalagi jika ada reaksi peradangan saraf, karena kita harus peka terhadap gejala peradangan agar bisa segera diaembuhkan sebelum adanya risiko kecacatan." dr. Sri menjelaskan.
Misalnya, kita menemukan ada bercak putih di wajah dekat area mata yang mati rasa/kebas. Kita bisa memeriksakan diri dulu ke dokter umum/langsung ke dokter kulit (SpKK), jika ditemukan adanya peradangan saraf di area mata, maka kita bisa lanjutkan pemeriksaan ke dokter mata untuk melihat sejauh apa peradangan tersebut telah terjadi. Jadi pengobatan memang terintegrasi dan ada kerjasama antara dokter umum, dokter spesialis kulit, dan dokter mata.
dr. Sri juga meminta kita untuk bisa saling bersinergi bersama-sama dalam memerangi penyakit kusta, supaya suatu hari nanti kasus kusta di Indonesia dapat hilang atau nihil. Makanya, kita harus saling memberikan edukasi tentang penyakit ini supaya gak ada lagi gejala kusta yang diabaikan oleh penderitanya, padahal kita bisa dapat pengobatan yang layak dan gratis di Puskesmas. Kita harus bisa mematahkan stigma negatif tentang penyakit kusta, menghentikan penyebaran hoax yang mengatakan bahwa penyakit kusta ini adalah penyakit kutukan yang buruk. Sehingga pasien gak perlu malu untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan.
Kalau kamu peduli dengan kasus penyakit kusta dan berharap bisa memerangi kusta bersama-sama seperti saya, yuk sebarkan info ini ke semua jaringan pertemananmu supaya informasi ini dapat berguna ke seluruh lapisan masyarakat. Untuk yang mau menonton siaran ulangnya, kamu bisa kunjungi YouTube channel Berita KBR, jangan lupa share juga ya ke kerabat, teman, dan keluarga. Bersama-sama kita percaya, "KUSTA BISA DISEMBUHKAN"! 😊
Sumber informasi tambahan:
- https://amp.kompas.com/sains/read/2019/09/09/120800323/mengenal-tipe-kusta-pada-tubuh-dan-karakteristiknya
- https://hellosehat.com/penyakit-kulit/infeksi-kulit/obat-kusta/?amp=1