"Ayo ambil mainan kamu, bawa sini. Kalau gak mau, yaudah kita gak usah main bareng lagi."
Dari kalimat sekilas, kita tahu betul bahwa kata-kata itu kurang enak didengar, apalagi dari anak-anak. Di samping itu, sadar gak sih, Mom, kalau ada pesan mengancam yang tersembunyi dari kalimat itu? Nah, gimana kalau anak kita malah terbiasa mendengar kalimat ancaman serupa di kesehariannya? Drama pertemanan ini mungkin banget kejadian lho saat anak sudah memasuki fase bersosialisasi dengan teman sebayanya.
Saya akui, jujur, saya masih sering banget kelepasan ngomong sama Biandul dengan nada mengancam begitu, meskipun sebenarnya yang saya maksud adalah memberi tahu tentang konsekuensi dan sebab-akibat. Dua hal ini berbeda, tapi sering banget terkecoh saat diaplikasikan sehari-hari. Apalagi kalau udah kadung emosi, huh mana sempat tuh mikir sebelum berucap. Benar-benar deh parenting tuh tricky banget. Merasa paling paham padahal masih sering keliru. Nah, kuncinya memang ada di kontrol diri kita, dan kemauan untuk belajar mengendalikan emosi, juga kemampuan berkomunikasi dengan anak-anak.
Misalnya:
- Mode mengancam: "Kalau kamu gak mau tidur, besok gak boleh main!"
- Mode edukasi: "Nak, kalau kamu gak mau tidur dan kurang istirahat, nanti kamu jadi sakit. Kalau kamu sakit, Mama gak bolehin kamu main sama teman-teman, lho. Karena orang sakit itu gak punya tenaga untuk main, jadi cuma bisa tiduran doang di dalam kamar."
Kelihatan kan ya bedanya? Iya, tapi niat awal mau edukasi sebab-akibat, malah berakhir mengancam karena anaknya susah dibujuk dan kita kepancing emosi, hahaha. Wis biyasaaaa! 😂
Balik lagi ke kalimat di awal tulisan ini, emang itu omongan dari siapa sih?
Dari teman mainnya Biandul di rumah. Kebetulan banget saya dengar sendiri malah. Jadi, memang langsung saya tanggapi karena ini berurusan dengan anak saya. Pas dengar anak saya diancam sama teman mainnya kayak gitu, rasanya darah langsung naik ke atas kepala semua, terus mendidih ngebul. Bayangin aja, kalau dari kecil anak saya terbiasa dengar ancaman kayak gitu kalau main sama temannya. Bisa-bisa dia jadi korban bullying, kalau gak berani melawan. Atau, lebih parahnya lagi, dia yang akan terbiasa mengancam teman lainnya dan berisiko menjadi pem-bully. Haduh, pusing mamak.
Sebelumnya, Biandul memang sering bawa mainannya sendiri dari rumah. Kadang, mereka juga suka main di dalam rumah. Mungkin, anak-anak yang lain suka sama mainan Biandul, jadi mau pinjam lagi. Tapi, memang cara mereka meminjam itu gak tepat aja sih. Ya, namanya juga anak orang. Kita mana bisa kontrol sikap-sikapnya, yakan? Nah, ketika main di rumah, kadang semua mainan juga diberantakin. Kalau udah bosan, mereka pergi gitu aja tanpa mau beresin bareng-bareng. Jadi saya yang spaneng, akhirnya gak ngebolehin lagi mereka main di dalam rumah, setelah sebelumnya pernah coba ngomong baik-baik untuk beresin lagi semua mainan sebelum pulang, tapi gak mempan dan gak ngaruh. Setelah gak saya bolehin main di dalam rumah lagi, ternyata mereka malah jadi sering nyuruh-nyuruh Biandul bawa mainan dari rumah untuk dimainin di luar.
Awalnya, saya perhatikan sambil diam. Mencoba maklum karena ya mungkin anak-anak mau saling pinjam mainan. Tapi, kalau dilihat dari respon Biandul, sepertinya anak ini gak nyaman disuruh-suruh, tapi tetap masih mau main sama mereka. Jadi, mau gak mau nurut aja tuh disuruh. Terakhir kali, saya dengar sendiri kalimat ancaman itu, Biandul ternyata gak berani menolak atau melawan. Jadi, dia pulang dengan wajah cemberut sambil minta izin bawa mainannya keluar.
Saya, yang agak gak rela, tahu anak saya disuruh-suruh mulu sama temannya, berusaha mencari cara paling bijak, meskipun lebih merasa berat sebelah karena mau membela anak saya. Sejujurnya, saya gak mau mengajarkan anak untuk pelit dan tidak berbagi mainan, tapi di sisi lain, saya juga butuh mendidik anak saya untuk gak selalu menuruti apa yang disuruh temannya. Saya takut banget kalau dibiarkan, anak saya lama-lama terbiasa untuk gak membentuk mode pertahanan dan jadi korban bully oleh temannya.
Jadi, apa yang saya lakukan?
MEMBERI PENGERTIAN KE ANAK
Sebelum saya mengurusi anak orang lain, saya lebih memilih untuk fokus ke anak saya sendiri. Saya mulai sering kasih pengertian, bahwa gak apa-apa menolak meminjamkan mainan bila gak mau. Gak apa-apa kalau gak diajak main lagi, karena masih bisa main sama teman yang lain, atau main di rumah sama Mama, Ayah, Tante, Om, Uti, dan Kakung. Kita semua akan selalu ada untuk menemani dia bermain. Kita akan dengan senang hati menemani dia bermain di taman atau playground supaya bisa bertemu dengan teman sebayanya yang lain.
Gak lupa juga, kita validasi perasaan dan mengenalkan emosi. Saya bisa bilang bahwa kalimat itu merupakan sebuah ancaman, dan saya gak mau anak saya terbiasa diancam saat bermain, atau dia mulai meniru kalimat ancaman tersebut ketika berkomunikasi dengan keluarganya. Saya selalu bilang, "Kalau diancam teman, dan kamu gak nyaman, jangan takut untuk melawan." Saya juga sering bertanya apa perasaannya ketika mendengar temannya mengancam seperti itu. Dia jawab, "Nanti dia gak mau main lagi sama Bian, kalau Bian gak ambil mainan." Lalu, saya balas, "Gak apa-apa, Bian. Lebih baik kamu bermain dengan teman yang saling menghargai, bukan cuma menyuruh atau mengancam aja. Teman Bian kan gak cuma satu aja."
MENGAJARKAN ANAK CARA BERKOMUNIKASI YANG BAIK
Saya merasa Biandul perlu diajarkan cara melawan, tapi bukan dalam konteks kasar atau keras. Saya berharap dia bisa mempertahankan dirinya ketika berada dalam keadaan yang gak nyaman. Jadi, ketika temannya mengucapkan sesuatu yang gak baik, dia tahu dan paham untuk gak ikut-ikutan, justru malah membalas dengan hal yang benar.
Misalnya, ketika temannya meminjam mainannya dan ternyata gak dibalikin (sering banget kejadian), saya minta Biandul untuk ke rumahnya dan meminta mainannya kembali dengan sopan. Ketika temannya mengancam seperti kalimat di awal tulisan tadi, dia bisa menjawab, "Maaf ya Bian gak mau bawa mainan ke luar rumah, kita main yang lain aja ya di luar." Kalau temannya gak mau, yaudah saya suruh Biandul pulang aja dan main sendiri di rumah.
Meskipun beberapa kali saya bilang kalau sikap temannya itu sering gak baik untuk dicontoh, kadang besoknya pun dia masih tetap mau main bareng. Anak-anak emang masih pure banget ya perasaannya, gak ada rasa dendam, gak pilih-pilih teman, yang penting mereka senang-senang bareng. Nah, tugas orangtua yang harus tetap memantau pergaulannya, supaya gak semua sifat temannya itu kebawa dan diikuti, karena ada juga yang perlu dihindari.
AJAK ANAK BERCERITA SETIAP HARI
Sebenarnya poin ini justru yang paling penting. Anak harus terbiasa berbagi cerita ke orangtua, supaya kita bisa tetap tahu apa aja yang dia lakukan sama teman-temannya di luar rumah. Kan gak selamanya kita bisa kontrol anak terus, karena ada saatnya dia punya dunianya sendiri di luar rumah. Nah, untuk hal ini, saya senang banget karena tanpa ditanya pun Biandul sering cerita ke saya di rumah.
Yang bikin mengejutkan, ternyata ceritanya Biandul sering bikin shock hahaha. Pas lagi main, teman-temannya nonton YouTube, ternyata isi tontonannya mengerikan banget dan gak seharusnya ditonton anak-anak. Saya langsung bilang, "Nak, itu gak seharusnya dilihat anak-anak, lho. Lain kali, kalau kamu main tapi teman-teman malah nonton hp, kamu pulang aja ya. Nonton hp di rumah aja sama Mama, karena Mama bisa pilihin tontonan yang bagus buat anak-anak seumuran kamu."
Lain hari lagi, Biandul cerita kalau dia main bawa sepeda, tapi sepedanya dipakai temannya keliling dan dia malah lari-larian ngejar sepedanya. Sekilas, dari sudut pandang anak mungkin itu menyenangkan ya bisa lari-larian, tapi dari sudut pandang saya malah mikir, kenapa anak saya gak bisa ambil keputusan buat dirinya sendiri, atau anak saya gak berani ngomong karena takut gak punya teman.
Masih ada banyak cerita yang sering diceritakan anak saya, dan selalu saya sisipkan tentang apa yang harusnya dilakukan. Selalu bertanya apa yang dirasakan, dan selalu mengajarkan bahwa gak semua hal yang temannya lakukan itu boleh ditiru. Saya sadar, bahwa hal ini gak bisa langsung berhasil dilakukan, karena butuh komunikasi intens untuk beri paham ke anak apa yang baik dan tidak baik. Meskipun dilema, kadang gak mau membiarkan Biandul main sama temannya lagi karena khawatir, tapi kadang kasihan juga kalau seumur dia gak ada kesempatan main. Saya juga sedang belajar menjadi orangtua yang fleksibel dan gak terlalu mengekang anak, tapi ternyata susah juga yaa hahaha.
TETAP PERHATIKAN PERKEMBANGAN ANAK
Tiga tahun pertama, anak memang sepenuhnya under parent's control, makanya kita juga lebih leluasa mengatur kegiatan dan jadwal anak. Tapi, kita gak bisa selamanya mengontrol hidup anak, karena ada masanya mereka akan lebih senang main di luar rumah. Mereka akan merasa sangat senang ketika bisa bertemu dan bermain bersama teman-teman. Dan kita, sebagai orangtua, gak bisa secara sepihak mengatur lagi sepenuhnya. Tapi, kita tetap bisa memperhatikan perkembangan anak, karena sedikit banyak akan kelihatan pengaruh dari luar.
Apakah anak tiba-tiba sering tantrum, atau sering bicara kasar, atau selalu memaksakan kehendaknya, atau malah terlihat sering murung? Setiap hari, usahakan selalu ada sesi tukar cerita, dan jangan lupa validasi perasaannya. Kalau saya pribadi, gak pernah bosan mengajarkan ke Biandul bahwa dia harus belajar jadi anak pemberani dan mampu melawan kalau dibutuhkan, semisal kayak cerita tadi ketika Biandul diancam gak diajak main, atau kalau mainannya justru malah dipakai orang lain dan dia sendiri malah cuma bisa pasrah.
Saat menulis ini, ternyata di grup Whatsapp Mommies Daily juga membagikan artikel tentang topik yang berhubungan, yaitu Tanda Pertemanan Tidak Sehat Pada Anak. Boleh banget nih dibaca supaya lebih paham tentang segala macam drama yang mungkin terjadi saat anak sudah mulai memasuki masa sosialisasinya dengan teman sebaya. Saya juga masih banyak baca dan cari tahu, supaya paham harus bertindak yang bijak.
Kalau Moms semua, punya tips khusus gak menghadapi drama pertemanan anak usia 4-5 tahun ini? Yuk boleh share di komentar, atau share tulisan ini ke Mommies lain yang mungkin sedang dalam fase yang sama. Pusing bareng-bareng, tapi sambil belajar bareng-bareng juga. Karena belajar menjadi orangtua yang bijak itu perjalanannya seumur hidup. Setuju? 😉
Oiya, kalau ada teman anak yang sering bikin drama kurang menyenangkan gini, enaknya gimana ya? Tetap biarin anak main bareng atau gak dibolehin main lagi sama sekali?